Tradisi nyapu dan nyekar sejatinya bersumber dari sunah Rasulullah SAW, yakni ziarah kubur. Demikian yang diyakini oleh urang lembur (warga kampung) di kebanyakan wilayah di Tatar Galuh maupun Nusantara.
Setiap hari Jumat, apatah lagi menjelang datangnya bulan suci Ramadan dan mendekati Hari Raya Idul Fitri, suasana di area pemakaman umum 'Astana Sareupeun' di Desa Hujungtiwu, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis, akan tampak haneuteun (menghangat, Bs. Sunda, red.), atau lebih ramai oleh kehadiran warga setempat.
Sebelum nyekar atau berziarah, urang lembur Hujungtiwu membersihkan atau nyapu (menyapu) terlebih dahulu hunjuran (pusara) makam keluarga yang akan diziarahi. Kegiatan nyapu tersebut biasanya meliputi mencabuti rumput-rumput yang mulai tumbuh, membereskan jika ada yang kurang rapi dan membersihkan makam dari sampah, yang umumnya hanya berupa guguran dedaunan dari pohon yang meneduhi komplek pemakaman.
Hunjuran atau pusara kuburan yang sering dikunjungi sanak keluarganya, akan tampak resik dan terawat. Demikian juga sebaliknya, makam yang jarang dikunjungi kerabat yang masih hidup, akan nampak kurang terawat dan kadang terlihat lebat oleh rerumputan atau semak yang tumbuh. Namun demikian, atas kebaikan warga desa, biasanya ada saja makam-makam di sebelah yang ikut 'terbersihkan'.
Di satu sisi, hal tersebut menunjukkan kebersihan hati para warga yang sedang berziarah. Apalagi di dalam kunjungan ziarah untuk memuliakan dan mendoakan para leluhur atau keluarga yang sudah wafat, sudah pasti nilai-nilai kebaikanlah yang mengemuka, tanpa pamrih apapun. Di sisi lainnya, kebanyakan makam memang masih ada pakait (keterkaitan) kekerabatan juga, baik dekat maupun jauh hubungannya, dengan warga yang sedang nyapu dan nyekar.
Menjelang datangnya bulan suci Ramadan dan mendekati Hari Lebaran, urang lembur Hujungtiwu dan di mana pun, lazimnya akan lebih bersemangat dalam membersihkan astana (pemakaman umum). Hal ini di antaranya disebabkan karena pada Hari Raya Idul Fitri nanti, biasanya “nu nyekar méh tamplok salembur” alias yang berziarah akan tampak seolah-olah satu kampung tumplek semua pada waktu yang bersamaan.
Kontributor: Ida Nurulhuda
Editor: Yuska Sadéwata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar