Saat upacara 17 Agustus lalu, sempat kaget juga. Kenapa Camat Panjalu yang menjadi pembina upacara, dan bukannya Kuwu Hujungtiwu dengan seragam, sepatu dan topi putihnya? Ternyata, menurut cerita banyak orang, Kuwu Mumu sudah lama mengundurkan diri dengan alasan kesehatan.
Oalah, betapa 'kudetnya' saya. Tidak tahu kalau pemimpin desanya sendiri tak lagi menjabat. Kalau Pak Kuwu sakit memang pernah dengar, bahkan setahun lalu saya sempat menjenguknya di salah satu rumah sakit di Ciamis. Tapi, soal pengunduran dirinya sama sekali baru mendengar saat upacara 17 Agustus itu.
Lebih kaget lagi, hari ini, Kamis 4 Oktober 2018. Tetiba mendapat kabar bahwa Bu Kuwu, istri Pak Mumu (Kuwu Hujungtiwu), meninggal dunia. Padahal seperti diketahui warga, yang sudah lama sakit itu Pak Kuwu. Bu Kuwu mah sehat-sehat saja.
Kabar yang tersiar kemudian, Bu Kuwu meninggal di Puskesmas Panjalu, setelah dua hari dirawat di sana. Sementara itu, Pak Kuwu yang selama 2 tahun terakhir keluar masuk rumah sakit, kondisinya memburuk. Mungkin bosan di rumah sakit, kali ini Pak Kuwu dirawat sendiri di rumah oleh Bu Kuwu dan keluarganya.
Dua hari yang lalu, sehabis subuh, Bu Kuwu mengeluh sakit dan limbung. Ia kemudian dibawa oleh keluarganya ke Puskesmas. Dan harus dirawat inap. Siang tadi, sekitar pukul 9.00 WIB, Bu Kuwu berpulang mendahului suaminya yang telah dua tahun sakit-sakitan. Innalillahi wa inna ilaihi rojiuun.
Jenazah tiba di rumah duka, di Dusun Pasirsugih, Desa Hujungtiwu, disambut oleh luapan duka nestapa. Ia kemudian dibaringkan di samping Pa Kuwu yang kondisinya sedang kritis, koma.
Tangis pilu, lantunan ayat suci dan tahlil, berbaur mengharu-biru. Do'a-do'a tak henti-hentinya dilangitkan untuk kedua orang yang sedang terbaring, hidup dan mati.
Selang sembilan jam kemudian, sekira pukul 18.50 WIB, Pak Kuwu pun pergi menyusul istrinya, menghadap Ilahi.
Duhai, sungguh kesetiaan yang telah tercatat di lauhilmahfudz. Mereka, orang-orang yang sangat sederhana. Berjuang dengan tulus dan mengorbankan harta bendanya sampai nyaris tak bersisa. Padahal, jika saja berniat, seorang kepala desa tidak mesti 'sagala béak' (habis segalanya), apalagi besaran angka dana desa konon hampir mencapai 10 digit.
Yang terjadi justru sebaliknya, kondisi ekonomi Pa Kuwu Mumu secara kasat mata semakin merosot setelah menjabat menjadi kepala desa. Berbanding terbalik dengan bawahannya yang secara kasat mata pula terlihat kesejahteraannya meningkat drastis.
Semoga Allah SWT mengampuni dosa mereka, merahmati dan melapangkan kubur keduanya. Aamiin.
Penulis : Ida Nurulhuda
Editor : @urang_ciamis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar