Sensasi yang didapat pada saat pertama kali membuka kemasan gula aren ‘Hébring’ adalah wangi harumnya yang khas dan segar. Bungkus gula merah tradisional hasil produksi perajin kawasan Panjalu ini pun unik. Cara membungkusnya tak berubah dari generasi ke generasi, dengan bahan pembungkus terbuat dari daun kelapa kering. Kemasan khas ini menjadi nilai seni tersendiri saat dijadikan oleh-oleh atau cenderamata.
Gula merah atau yang dalam Basa Sunda disebut gula beureum, juga biasa disebut gula kawung atau gula aren, memang sudah cukup banyak beredar di pasaran. Penggunaannya pun populer untuk berbagai kebutuhan pembuatan makanan dan minuman.
Namun demikian, gula aren dengan kualitas baik ternyata perlu perjuangan lebih untuk mendapatkannya. Tempat tumbuh pohon aren/enau (dalam bahasa Sunda disebut tangkal kawung) dan proses pengolahan niranya akan sangat mempengaruhi kualitas gula yang dihasilkan. Hasil yang baik memerlukan ketelatenan dan kesungguhan perajin ketika mengolahnya.
Waktu proses naheur (mendidihkan) dan ngaguis (mengaduk) yang lebih lama adalah salah satu cara agar gula menjadi tegar (kokoh) dan tidak lekat atau kuled. Itulah, kenapa harga gula aren berkualitas sedikit lebih mahal dibanding di warung atau pasar.
Gula Kawung Hébring khas Panjalu disebut sebagai salah satu yang terbaik. Rasanya dijamin beda dari yang lain dan sudah mulai disadari sejak tercium harumnya pada saat ‘unboxing’ kemasan plastik pembungkusnya.
Ida Nurulhuda, pemasar produk spesial ini menceritakan saat awal menjumpai gula aren yang diedarkannya. Menurutnya, meskipun gula kawung sudah cukup banyak beredar di pasaran, tetapi untuk menemukan kualitas yang bagus, cukup sulit mencarinya. Ia sendiri memilih tidak ikut memasarkan gula merah dengan kualitas seperti yang biasa ada di gelaran penjual pasar tradisional.
Dikatakannya, sebenarnya potensi gula kawung sangat terbuka lebar sebagai produk unggulan yang memiliki peluang pasar bagus. Tak harus dikirim dulu ke luar daerah, pada saat-saat tertentu saja produk ini cukup laris diburu para pemudik. Misal, di suasana hari raya. Banyak pemudik yang membawa gula kawung sebagai cenderamata dari kampung untuk dibawa ke kota peratauannya.
“Salah satu yang menjadi perhatian saya adalah kebersihan bahan sebelum pemrosesan, sebab hasil yang baik tentu akan meningkatkan harga jual. Saya pernah menyarankan perajin menyaring dulu lahang (nira) agar bersih dan memperbaiki bentuk cetakan, tapi sayangnya saran saya tak mempan,” tuturnya.
Gula yang dipasarkannya, didapat dari perajin yang mau konsisten mengedepankan kualitas, sehingga gula merah yang dihasilkan terlihat tegar (kokoh atau solid) dan hérang (jernih, bersih).
“Perajinnya sendiri menyatakan produk yang dia hasilkan jadinya kurang laku di lingkungan sendiri, karena memang harganya sedikit lebih tinggi,” imbuh Ida.
Ia berharap pemasaran gula merah ‘Hébring’ yang dikelolanya akan membawa manfaat bagi masyarakat sekitar, khususnya sebagai jembatan pemberdayaan ekonomi bagi para perajin gula aren yang terus setia menggeluti usaha turun temurun warisan para leluhur ini.
Tertarik memesan gula merah ‘Hébring’ asli Hujungtiwu, Panjalu? Silakan menghubungi melalui WA 082128046551.
Kontributor: @iklanciamis
Editor: @ciamis.info
Tidak ada komentar:
Posting Komentar