Aku adalah seorang gadis desa yang berasal dari Tatar Galuh Ciamis. Bapakku seorang petani yang setiap pagi pergi ke sawah, berpenghasilan tak seberapa, tetapi hidup kami terasa tenteram. Aku memang dilahirkan di keluarga yang cukup sederhana, tetapi kondisi ini tidak menutup kesempatan untuk memilki impian dan cita-cita tinggi. Aku bersyukur memiliki kedua orang tua yang penyabar, penyayang dan tegar. Walaupun bapakku hanya lulusan sekolah menengah pertama, tetapi selalu bilang bahwa pendidikan adalah penting. Beliau punya harapan besar agar anaknya bisa mencapai pendidikan tinggi.
Namun, perjalanan hidup tidak selalu mudah, kita harus selalu siap menghadapinya. Berbagai rintangan dari hari ke hari semakin menantang, seperti kerikil-kerikil jalan yang memberi pilihan antara terus berjalan atau berhenti. Selanjutnya tinggal pilih mau berjalan atau berhenti dengan harapan kosong. Berusaha untuk bisa menikmati proses hidup memang tak mudah, tapi dengan keyakinan yang tinggi pasti kamu mampu menjalani kehidupan.
Setiap pagi, aku selalu bersyukur karena masih bisa bernapas dan tetap tersenyum saat makan nasi dengan pengganti lauk berupa saroja. Sebagian orang memang enggan makan hanya dengan saroja, tapi bagiku itu terasa sangat nikmat, apalagi jika ditambah dengan kecap. Bukankah sudah terlihat kesederhanaan hidupku? Ya, memang seperti itu.
Ada orang yang bilang, “Anak desa itu impiannya sederhana banget, beda dengan anak kota.” Kalimat tersebut harus diluruskan kembali, karena tidak semua anak desa seperti itu. Lebih dari itu, yang paling aku tidak suka adalah kalimat, “Anak desa hanya mampu lulus pendidikan sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas, itu pun jika tamat kebanyakan setelah itu lebih memilih untuk menikah, tidak untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi." Kalimat tersebut membuat hatiku menangis. Meskipun sulit, tetapi dengan berusaha dan keyakinan yang kuat, aku pasti bisa untuk menghilangkan kalimat-kalimat meyedihkan itu.
Aku, Si Gadis Desa, memiliki ambisi tinggi dalam impian dan cita-cita. Aku siap menghadapi orang-orang di sekitar yang merendahkan impianku. Aku selalu percaya pada diri sendiri dan yakin pasti akan berhasil. Setiap insan pasti memiliki perjalanan hidup yang unik dan sebelumnya tak pernah terbayangkan. Itulah hidup.
Saat di sekolah dasar, aku termasuk korban bullying. Aku masih ingat kejadian-kejadian tragis itu, salah satunya ketika teman-teman sekelas bahkan kakak kelas mengejekku tidak pintar dan tidak cantik.
Pernah terjadi, saat itu sedang mata pelajaran Karawitan dan ada tugas bernyanyi di depan kelas, lalu tiba giliranku untuk maju dan bernyanyi lagu Sunda. Ketika aku bernyanyi, saat itu pula teman-teman sekelas menertawakanku. Bahkan guruku ikut juga menertawakan sambil berkata, “Suara kamu jelek, kamu tak pantas bernyanyi. Stop, jangan dilanjutkan! Sudah, giliran yang lain ke depan.”
Hati ini hancur, tubuh terasa meleleh dan air mata terus berjatuhan. Ingin rasanya keluar dari kelas, tapi aku berusaha untuk tegar menghadapi hal tersebut. Tentunya masih banyak kejadian lain selama sekolah dasar, 6 tahun lamanya, yang tak bisa kusebutkan semua. Aku bertahan dan tetap sabar.
Setelah lulus dari sekolah dasar, aku berharap tak menjadi korban bullying lagi dan ingin menghilangkan ingatan buruk tersebut di kepalaku. Namun, ternyata setelah memasuki sekolah menengah pertama, bukannya berhenti menjadi korban bullying malah lebih parah lagi, padahal aku berusaha untuk bisa lebih baik.
Sakitnya melebihi pada masa sekolah dasar. Pada masa awal memasuki pertengahan pembelajaran, aku selalu disebut bodoh, tak bisa apa-apa dan tidak cantik.Waktu terus berputar, kujalani semua itu dengan berusaha untuk tegar. Saat kelas 9, aku semakin di-bully, sempat disebut nama artis lah yang bikin tak enak perasaan, serta yang paling menyakitkan adalah kedua orang tuaku ikut disebut-sebut.
Aku tahu mereka menamaiku artis karena aku tidak cantik. 3 tahun kujalani itu semua, walau aku ingin cepat-cepat lulus. Akhirnya, tibalah masa kelulusan itu. Memang aku si gadis yang tak berprestasi, sehingga tidak semua orang ingin berteman dengan aku, namun hatiku selalu berkata, "Suatu saat nanti aku pasti akan buktikan pada mereka, akan ada saatnya melebihi posisi mereka."
Sekian lama langit ikut menangis, sampai akhirnya aku memasuki sekolah menengah atas dengan berbagai rintangan. Sempat juga aku tidak akan melanjutkan sekolah, karena beberapa hal, terutama faktor ekonomi. Melanjutkan sekolah menengah atas memang perlu banyak uang, di antaranya untuk SPP dan untuk kehidupan sehari-hari. Hal itu sempat membuat ambisiku mulai luntur.
Namun, atas izin Allah dan kedua orang tua, aku bisa melanjutkan sekolah juga selama 3 tahun. Alhamdulillah, bullying semakin luntur. Walaupun ada beberapa orang yang bilang aku bodoh, tetapi aku sudah biasa disebut itu dan semakin tegar menghadapinya.
Singkat cerita, aku lulus dari masa putih abu-abu. Saat itulah kurasakan gejolak kebimbangan di dalam hati, antara ingin melanjutkan ke perguruan tinggi, tetapi ada di sisi lain keadaan tak memungkinkan. Termasuk, jika aku melanjutkan biayanya darimana?
Setiap insan yang hidup di dunia pasti memiliki banyak impian, karena dengan itu maka hidup akan lebih bersemangat lagi. Aku mencoba mendaftar untuk mendapatkan berbagai tawaran beasiswa, tetapi ternyata tidak berhasil. Namun, aku tak berhenti sampai di situ. Kucoba untuk mencari berbagai informasi lain terkait beasiswa.
Cita-citaku ingin kuliah sambil tidak dibayari oleh orang tua, malah mendapatkan cacian dan perkataan yang tak enak, datangnya silih berganti. Bahkan salah satu anggota keluarga dari pihak Bapak bicara seperti ini, “Kamu tak usah kuliah, lebih baik kerja!” Namun, perkataan itu aku abaikan, karena bapakku selalu bilang, “Jangan menyerah karena perkataan orang lain, teruslah berusaha dan berdoa, pasti impianmu tercapai!”
Tiga bulan lamanya aku berdiam diri di rumah, tapi lalu kupikir harus bekerja. Saat itu, aku langsung bicara dengan Bapak dan Ibu, bilang bahwa aku mau bekerja. Namun, kedua orang tua tak mengijinkan aku kerja di luar kota, harus di lembur (kampung halaman).
Aku mencari pekerjaan dan akhirnya mendapatkannya, walau di pabrik kripik. Hari pertama bekerja, aku sangat bersemangat, tetapi sayangnya terjadi hal yang tidak diinginkan. Aku di hari pertama kerja malah bikin ambyar si pemilik yang sempat merendahkanku, detailnya tidak bisa aku ceritakan karena pasti membuatku sedih lagi, bahkan seisi bumi akan ikut sedih.
Kerjaku hanya bertahan satu hari, itupun hanya dibayar dengan kripik, bukan uang. Namun, aku bersyukur bisa merasakan itu. Lantas aku menjadi pengangguran lagi, tapi aku tetap berusaha ingin melanjutkan belajar ke perguruan tinggi. Hati ini merasa yakin, pasti bisa. Meskipun aku tak diterima di perguruan tinggi negeri, tidak apa-apa, aku bersedia melanjutkan di PT swasta asal mendapatkan beasiswa. Itu prinsipku. Ternyata waktu terus berputar dan apa yang terjadi? Alhamdulillah, aku diberikan kesempatan untuk menjadi mahasiswa dan mendapatkan beasiswa. Perasaanku bercampur antara haru, sedih dan senang. Kucoba untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dan berusaha untuk menjadi orang yang berprestasi, setelah sekian lama hanya mendapatkan kegagalan. Memasuki awal perkuliahan, aku bahagia dan bersyukur bisa diberi kesempatan karena tidak semua orang bisa berkesempatan kuliah.
Setelah selesai melewati semester 1 dan 2, aku mencoba untuk ikut kompetisi baik regional maupun nasional, tapi lagi-lagi gagal. Namun, aku berusaha untuk tetap sabar dan alhamdulillah akhirnya bisa ikut berkompetisi lagi mewakili Tatar Galuh Ciamis. Aku dipertemukan dengan pemuda-pemudi kebanggaan Jawa Barat selama tiga hari dua malam dan kami mengukir cerita bersama. Saat itu, aku berusaha memberikan yang terbaik dan memperkenalkan makanan kebanggaan serta ciri khas Ciamis, yaitu galendo. Mungkin ini adalah jawaban doa yang terus kupanjatkan. Terima kasih, Ciamis, telah memberiku kesempatan yang amat berharga.
Aku bangga pada Tatar Galuh Ciamis. Aku bersyukur dilahirkan di sini dan banyak hal yang membuatku bahagia di sini. Ciamis yang penduduknya maranis, selalu tenteram dan damai, yang dikenal juga dengan warna ungunya, serta memiliki sumber daya alam yang berlimpah. Ciamis juga punya Sasak Cirahong dengan misteri di balik pembuatannya. Tak lupa, Ciamis memiliki PSGC yang merupakan kebanggaan warga. Keindahan alam Ciamis membuat mata sehat dan hal ini membuatku tidak bisa meninggalkan Ciamis.
Memang di dalam menjalani hidup kita harus selalu siap menghadapi segala sesuatunya. Setiap orang pasti pernah merasakan fase kesedihan, tetapi ingat bahwa setelah kesedihan pasti akan datang kebahagiaan. Jika kamu pernah menjadi korban bullying, jangan menyerah begitu saja apalagi membuat dirimu tidak bersemangat di dalam menjalani hidup.
Saat ini, aku menjalani hari-hariku menjadi mahasiswa. Ayo, tetap bersemangat dalam menjalani hidup dan jangan pernah putus di jalan. Jangan pernah berprasangka buruk pada Sang Pencipta. Teruslah minta doa kepada kedua orang tua, karena keberhasilan sebuah impian tak terlepas dari doa kedua orang tua.
Penulis: @reninurlianii, Duta Baca Jawa Barat 2020 dari Kabupaten Ciamis
Foto: dokpri
Editor: @ciamis.info
Tidak ada komentar:
Posting Komentar