Kehidupan yang bersahaja dan jauh dari hiruk-pikuk keramaian kota, kerap menimbulkan kerinduan yang mendalam bagi para perantau yang sedang berada jauh dari kampung halamannya. Tak hanya suasana di pedesaan Tatar Galuh Ciamis yang masih alami dan jauh dari polusi, yang selalu membuat rindu untuk kembali, tetapi juga keseharian masyarakatnya yang sangat kuat rasa kekeluargaan dan jiwa sosialnya, serta masih terus melestarikan nilai-nilai tradisi warisan leluhurnya.
Terlebih lagi, beberapa kebiasaan yang hidup di tengah-tengah masyarakat pedesaan Tatar Galuh Ciamis, kembali bermunculan sepanjang bulan puasa maupun menjelang Idul Fitri. Salah satu contohnya, tradisi ngawajit (memproduksi wajit) yang dilakukan bersama-sama oleh para perempuan di Dusun Hayawang, Desa Winduraja, Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis. Pembuatan wajit memang sudah merupakan kebiasaan yang dilakukan setiap tahun, saat menjelang Hari Idul Fitri tiba.
Bu Iyah, Bu Kayah dan Bu Eha adalah tiga warga RT 03 RW 13 Dusun Hayawang, Winduraja, Kawali, yang tampak bersemangat sambil membuat wajit, sejenis kuliner tradisonal khas Sunda yang manis rasanya. Ditemui hari Sabtu (8/5/2021), ketiganya sedang mengolah penganan khas yang akan disajikan pada saat Lebaran nanti, sambil berbincang santai di antara mereka.
"Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat wajit yaitu kelapa, tepung beras, gula merah, gula putih, dan paneli (vanili)," tutur Bu Kayah.
Dijelaskannya, pada tahap pertama, daging kelapa yang sudah cukup tua diparut terlebih dulu. Selanjutnya, gula merah, gula putih dan paneli dilarutkan menjadi satu, dimasak di dalam wajan di atas tungku sampai menjadi karamel.
Selanjutnya, parutan kelapa dicampurkan ke dalam gula yang sudah menjadi karamel tersebut. Setelah itu, tepung beras dimasukkan sedikit demi sedikit, dan diaduk sampai tercampur merata. Kini, adonan wajit sudah siap untuk dicetak.
Cara mencetak adonan wajit sangat sederhana dan menggunakan alas dari bahan alami dari lingkungan sekitar saja. Dua sendok adonan wajit diletakkan di atas daun pisang yang sudah tua, atau biasa disebut kararas, yang sudah digunting untuk mendapatkan bentuk yang sesuai dan relatif seragam ukurannya.
Selanjutnya, adonan tersebut dijemur di bawah cahaya matahari sekitar dua jam lamanya jika adonan masih basah, atau tidak usah dijemur jika adonan sudah relatif kering. Proses pembuatan wajit ini membutuhkan waktu sekitar 3 jam lamanya, di luar waktu penjemuran.
Proses pembuatan wajit secara bersama-sama ini selain dapat saling meringankan pengerjaannya, sekaligus menjalin silaturahmi dan keakraban di antara keluarga dan tetangga. Warga pun terbina untuk membiasakan diri saling bantu dan bekerja sama, melalui aktivitas yang positif dan jelas manfaatnya.
Kontributor: Asya Dede
Editor: @ciamisnulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar