Sebuah rumah antik yang terletak di daerah Picung, Dusun Desa Kolot, Desa Cimari, Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis, tampak menarik perhatian karena desainnya yang kuno, konon percampuran gaya Eropa dan Cina, artistik, serta usianya yang sudah cukup tua.
Rumah yang dibangun pada tahun 1901 tersebut pada awalnya dimiliki oleh H. Machdi, seorang saudagar batik saat itu, yang sekaligus pemilik pabrik tenun dan tembakau di Cimari. Hingga kini, rumah bersejarah ini masih tetap terjaga, dan dirawat oleh generasi keempat keturunannya.
Terletak di atas tanah seluas 800 meter persegi, bangunan seluas 400 meter persegi dengan tinggi 7 meter tersebut memiliki detail arsitektur dan ornamen jadul yang memesona.
Namun, siapa sangka kalau di balik keunikan rumah itu, ada kisah masa lalu yang tak kalah menariknya, sebagaimana dituturkan oleh Ananta Priadi, cicit H. Machdi yang kini berdomisili di Bandung.
Diungkapkannya pada CIAMIS.info, rumah kuno tersebut pernah mengalami penyerbuan oleh tentara Belanda, yakni saat Agresi Militer I pada tahun 1947 yang bertujuan untuk menguasai kembali Indonesia pasca menyerahnya Jepang. Saat itu, tentara Belanda masuk ke Indonesia dengan membonceng kehadiran Sekutu yang datang untuk melucuti tentara Dai Nipon.
Akibat agresi militer tersebut, warga Cimari berbondong-bondong mengungsi ke arah Tasikmalaya, tetapi H. Machdi, sang pemilik rumah antik Cimari, terpaksa tak ikut pergi karena kondisi kesehatannya. Rumah tersebut kemudian dikuasai dan dijadikan markas tentara Belanda.
"Keluarga semua pada mengungsi ke Tasik, tapi Uyut saya sakit stroke, jadi ditinggalkan di rumah itu," ungkap Ananta mengisahkan cerita lama tentang kakek buyutnya. Ia menerima cerita tersebut dari ayahnya, dan dari orang-orang tua di Desa Cimari.
Berlainan dengan bayangan tentang horor pembantaian, penghancuran dan pembakaran oleh tentara NICA Belanda, yang saat itu sedang berusaha menghapus kekuatan tentara Republik Indonesia, perlakuan para tentara NICA pada buyutnya sungguh di luar dugaan.
"Alhamdulillah, oleh tentara Belanda teh Uyut malah dirawat, diobati, sementara rumah (selamat karena) dijadikan markas, padahal rumah warga lainnya mah dibakar semuanya. Hanya rumah itu saja yang masih utuh," tutur Ananta.
Tindakan para tentara Belanda yang merawat kakek buyutnya seolah menjadi sisi lain dari peperangan yang menarik untuk didalami. Ketika tentara Belanda akhirnya ditarik mundur, H. Machdi yang mulanya dalam kondisi sakit malah menjadi sembuh karena diobati para serdadu musuh.
Meski kakek buyutnya menjadi sembuh, bukan berarti mendapat keistimewaan dari para agresor. Sebaliknya, pabrik tenun dan tembakau yang dimilikinya tak luput dari pembakaran dan pemusnahan. Alat-alat produksi diangkut oleh tentara Belanda, dan dengan kondisi itu kekuatan bisnis H. Machdi sudah sangat berubah dibandingkan sebelumnya.
Penulis: @ciamisnulis
Editor: @ciamis.info
Tidak ada komentar:
Posting Komentar