Pakéna Kreta Bener, Pakeun Nanjeur na Juritan
Aya ma
Nu ngeusi bha
Ri pakena kere
Ta bener Pakeun na (n) jeur
Na juritan.
Terjemahannya:
Semoga ada (mereka) yang kemudian
Mengisi (negeri) Kawali ini dengan
Kebahagiaan sambil membiasakan
Diri berbuat kesejahteraan sejati agar
Tetap unggul dalam perang.
(Sumber terjemahan: Museum Sribaduga)
Kalimat tersebut tertulis dalam salah satu prasasti batu di situs Linggahiang Astana Gede Kawali, Kabupaten Ciamis, yang merupakan peninggalan Mahaprabu Niskala Wastu Kancana (1371-1475), dan menunjukkan salah satu harapan dari karuhun (leluhur) untuk generasi setelahnya, sebagaimana harapan orang tua bagi anaknya dalam menjalani kehidupan di masa datang. Pesan ini tertulis, mungkin saja melengkapi pesan-pesan sebelumnya atau merangkai pesan-pesan setelahnya.
Ketika menilik dan membandingkan beberapa terjemahan dari prasasti ini, bagi saya, kata kunci yang didapat adalah pakéna (laku hidup) dan tujuannya (goal) adalah nanjeur (unggul/ajeg).
Pesan yang disampaikan, “aya ma nu ngeusi…” adalah harapan kepada siapa saja, menyentuh manusia secara universal, tetapi juga menjadi begitu pribadi (private) karena harus dilakukan dan menjadi tekad yang mendasari tindakan setiap manusia.
Manusia ini secara pribadi harus “… ba ri pakéna kere ta bener…” (bari pakéna kereta bener/menjalankan kesejahteraan sempurna). Kesejahteraan sempurna, sudah semestinya tanpa kekurangan apapun, dan langkah menuju ke arah sana harus menjadi laku hidup, sebagai pengertian dari pakéna. Kesejahteraan bukan dianggap sebagai hasil akhir tetapi sebagai proses yang berkelanjutan (sustainable).
Ketika kita sebagai pelaku yang hidup saat ini (setelah prasasti ditulis) sudah menjalankan laku hidup kesejahteraan atau menyejahterakan secara sempurna, maka timbal balik (feedback) yang terjadi pada setiap pelaku adalah nanjeur na juritan (unggul/ajeg dalam peperangan).
Ini merupakan tujuan yang harus dicapai dengan proses yang berkelanjutan. Karena nanjeur adalah situasi yang perlu dicapai dengan sungguh-sungguh dengan tahapan yang benar. Usaha yang berkelanjutan dibutuhkan untuk menjaga agar situasi nanjeur (tidak menggunakan kata dasar yaitu tanjeur) tetap bertahan. Karena jika sudah tidak nanjeur maka ia disebut rempag (runtuh).
Kata nanjeur harus bertahan didasari pada kata yang tertulis berikutnya yaitu “… na juritan" (dalam peperangan). Kata juritan menunjuk pada sebuah situasi atau keadaan yang rentan, yaitu peperangan. Perhitungan dan strategi yang cermat tentu tidak cukup dalam situasi tersebut. Ada banyak hal yang berpengaruh sehingga keadaan nanjeur tetap terjaga.
Jika saja manusia saat ini secara pribadi sudah menjalankan laku hidup pada kesejahteraan/menyejahterakan secara sempurna, maka ia akan ajeg (mapan-tegak) dalam peperangan (kehidupan yang penuh dengan perjuangan dan persaingan).
Bisa dibayangkan, jika objek yang dimaksud dalam prasasti ini adalah pemimpin, raja, atau dalam masa sekarang adalah pemerintah, maka akan lebih jelaslah motivasi dan dampaknya.
Motivasi yang menjadi dasar bagi pemimpin dalam memimpin rakyatnya adalah laku hidup menyejahterakan secara sempurna (pakéna kereta bener), untuk mencapai situasi yang nanjeur na juritan pada setiap rakyatnya. Jika saja rakyat sudah sejahtera, maka seberat dan sekejam apapun medan perang, mereka akan mampu dan mau untuk berjuang segenap jiwa raga menggapai nanjeur na juritan bersama pemimpinnya.
Perlu saya ingatkan lagi, ini satu kalimat dari salah satu prasasti batu di situs Linggahiang Astana Gede Kawali, Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat.
Meskipun amanat ini berlaku universal, tapi ada baiknya tidak berpikir dan berharap terlalu jauh. Lebih baik memulai dari diri sendiri, dengan menempatkan diri sebagai nu pandeuri yang menjalankan laku hidup (bari pakéna) kesejahteraan/menyejahterakan dengan sempurna (kereta bener), untuk menggapai kemapanan/kemenangan yang berkelanjutan (pakeun nanjeur) dalan perjuangan kehidupan (na juritan).
Saya membayangkan, jika saya adalah seorang raja (pemimpin) dan menjalankan amanat ini sepenuhnya, maka jika sudah tercapai, urusan yang lainnya hanya akan jadi urusan yang réméh-téméh semata. Bukan sebaliknya.
Inya neker inya angger
Inya nincak inya rempag
Pun
Penulis: Didon Nurdani
Editor: @ciamisnulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar