• FYI

    30 Juni 2024

    Sudah Bertahan 20 Tahun, Warung Kelontong Pak Nugraha Tetap Eksis dan Jadi Pilihan Warga


    Di tengah maraknya kehadiran toko ritel modern yang sudah merambah hingga ke pelosok-pelosok wilayah di Nusantara, usaha warung kelontong ternyata tetap eksis dan punya tempat tersendiri. Salah satu contohnya, warung kelontong milik Pak Nugraha yang terletak di depan kampus Universitas Galuh, Jl. R.E. Martadinata, Mekarjaya, Baregbeg, Ciamis, yang hingga kini tetap eksis melayani kebutuhan warga setempat.

    Terhitung sejak memulai warung kelontongnya, sekarang ini sudah 20 tahun Pak Nugraha menjalankan usahanya. Setiap hari, ia membuka warung dari mulai pukul 06.00 WIB pagi hingga pukul 23.00 WIB malam.

    “Saya memulai usaha warung ini sekitar tahun 2004, sampai sekarang tahun 2024. Awalnya hanya menjual kebutuhan dapur seperti minyak, bumbu-bumbu, tetapi lama-kelamaan berkembang menjual aneka rokok, kopi, dan kebutuhan sehari-hari lainnya,” jelas Pak Nugraha saat diwawancarai oleh para mahasiswa Universitas Galuh yang datang ke tempatnya.

    Barang-barang dagangan yang dijual di warungnya didapat dari supplier dan toko grosir. Meski tidak mau menyebutkan angka pastinya, Pak Nugraha mengaku omset harian warungnya rata-rata mencapai Rp2.000.000 per hari.

    “Memang ada suka duka yang saya alami. Rasa sukanya saya bisa mengenal banyak mengenal karakter pelanggan, sedangkan dukanya ya wajar, kadang merasa capek. Tapi itu konsekuensi yang harus saya terima sebagai pedagang," ungkap Pak Nugraha.

    Jual Beli Sekaligus Jalin Silaturahmi

    Di tengah persaingan dengan toko ritel modern, ia tetap optimis dengan usahanya. Baginya, warung kelontong tidak hanya sekedar tempat berjualan, tapi juga menjadi ruang interaksi sosial bagi warga sekitar.

    Berbeda dengan karakter toko ritel modern yang yang sudah menerapkan cara belanja dengan ‘melayani diri sendiri’, lalu melakukan perhitungan dengan didukung mesin kasir serba otomatis, jual beli di warung kelontong masih menerapkan belanja ‘cara lama’.

    Namun, di balik kesederhanaan cara belanja tersebut, ada hubungan sosial yang terjalin di antara pembeli dan penjualnya. Bahkan tak jarang interaksi juga dapat berlangsung di antara beberapa pihak, dengan keakraban dan kehangatan layaknya sesama tetangga.

    “Selain membeli, pelanggan saya juga sering singgah sekadar ngobrol. Jadi, selain berjualan, saya juga bisa tetap menjaga silaturahmi dengan masyarakat,” pungkas Pak Nugraha.

    Penulis: Tim 2
    Editor: @ciamisnulis

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Sejarah

    Fiksi

    Inspirasi